Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mengubah status direksi dan komisaris BUMN. Mereka kini bukan lagi penyelenggara negara. Namun, pertanyaan mengenai proses hukum terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan mereka tetap relevan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, memberikan klarifikasi mengenai hal ini. Ia menekankan bahwa proses hukum tetap bisa berjalan jika ditemukan bukti korupsi yang dilakukan oleh direksi atau komisaris BUMN.
Direksi dan Komisaris BUMN Tetap Bisa Diproses Hukum
Menurut Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, proses hukum terhadap direksi dan komisaris BUMN yang melakukan tindak pidana korupsi tetap dapat dilakukan. Hal ini bergantung pada konteks perbuatan yang dilakukan dan bukti-bukti yang ada.
Beliau menjelaskan bahwa UU Tipikor dapat diterapkan jika perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi. Bahkan masyarakat umum pun dapat dijerat UU Tipikor jika terbukti melakukan tindakan korupsi.
Peristiwa Korupsi Sebelum Berlakunya UU Baru
Meskipun UU BUMN yang baru menetapkan direksi dan komisaris BUMN bukan lagi penyelenggara negara, peristiwa korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU tersebut tetap dapat diproses secara hukum.
Wakil Ketua KPK menegaskan bahwa peraturan peralihan masih memungkinkan penuntutan terhadap kasus korupsi yang terjadi sebelum 1 Januari 2025. Ini sesuai dengan ketentuan UU Tipikor yang berlaku sebelum perubahan tersebut.
UU BUMN Baru Tidak Menghambat Pemberantasan Korupsi
Johanis Tanak menekankan bahwa UU BUMN yang baru tidak menghambat upaya pemberantasan korupsi. Tidak ada pasal dalam UU tersebut yang melarang proses hukum terhadap direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang melakukan tindak pidana korupsi.
Penjelasan ini mengarahkan bahwa penegak hukum masih memiliki kewenangan untuk memproses kasus-kasus korupsi yang melibatkan organ BUMN, terlepas dari perubahan status mereka sebagai bukan penyelenggara negara.
Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025
Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 secara eksplisit menyatakan bahwa anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Perubahan ini merupakan poin penting dalam konteks penegakan hukum di lingkungan BUMN.
Perubahan status ini tidak secara otomatis menghilangkan tanggung jawab hukum para direksi dan komisaris atas tindakan korupsi yang dilakukan, baik sebelum maupun sesudah berlakunya UU baru ini. Penegakan hukum tetap berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulannya, perubahan status direksi dan komisaris BUMN tidak menghalangi proses hukum terhadap tindak pidana korupsi. Penegak hukum masih dapat menjerat mereka yang terbukti melakukan korupsi, baik yang terjadi sebelum maupun sesudah berlakunya UU BUMN yang baru. Hal ini memastikan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kejelasan dari KPK ini memberikan kepastian hukum dan menguatkan upaya pencegahan dan penindakan korupsi di sektor BUMN.