Friedrich Merz, ketua partai Uni Demokrat Kristen (CDU) Jerman, kini tengah bersiap menghadapi kemungkinan besar menjadi Kanselir Jerman selanjutnya. Setelah kemenangan CDU dalam pemilu Februari lalu, media dan politisi lain telah menyebutnya sebagai “pra-kanselir”. Namun, jabatan tersebut masih belum pasti baginya.
Keputusan resmi akan diambil oleh Bundestag (parlemen Jerman) pada 6 Mei. Sebelumnya, kesepakatan koalisi antara CDU, Partai Sosial Demokrat (SPD), dan Uni Sosial Kristen (CSU) harus terlebih dahulu disetujui. Kesepakatan tersebut telah ditandatangani pada Senin lalu.
Karier Politik yang Tidak Konvensional
Jika terpilih, Merz akan menorehkan babak baru dalam karier politiknya yang terbilang tidak konvensional. Pada usia 69 tahun, ia akan menjadi Kanselir tertua sejak Konrad Adenauer.
Uniknya, sebelumnya Merz belum pernah menduduki jabatan pemerintahan tinggi dengan tanggung jawab kepemimpinan signifikan. Ia tidak pernah menjabat sebagai menteri federal, kepala negara bagian, atau bahkan wali kota.
Pengalamannya dalam negosiasi koalisi pun masih sangat terbatas. Hal ini sempat menjadi sorotan media dan beberapa sumber anonim dari tim negosiasi. Berbeda dengan para pemimpin SPD dan CSU yang berpengalaman dalam hal ini.
‘Trans-Atlantik dan Sahabat Eropa’
Majalah bisnis Jerman, Wirtschaftswoche, menggambarkan Merz sebagai “trans-Atlantik, sahabat Eropa, dan reformis”. Mereka menilai Merz sebagai figur yang tepat untuk masa kini.
Dari tahun 1989 hingga 1994, Merz menjadi anggota Parlemen Eropa. Ia kemudian menjadi anggota Bundestag selama 15 tahun (1994-2009), bahkan sempat memimpin fraksi parlemen CDU sebelum kalah dari Angela Merkel dalam perebutan kepemimpinan partai.
Sebagai pengacara komersial, Merz berasal dari Sauerland, sebuah daerah konservatif dan Katolik di Nordrhein-Westfalen. Ia dikenal lebih konservatif dibandingkan Angela Merkel.
Setelah meninggalkan politik pada 2009, Merz berkarier di dunia bisnis. Ia menjabat sebagai ketua dewan pengawas cabang Jerman perusahaan BlackRock hingga 2020, sering melakukan perjalanan bisnis ke Amerika Serikat.
Sikap Tegas Merz Soal Ukraina dan Implikasi Politiknya
Kembalinya Merz ke Bundestag pada 2021 dan posisinya sebagai ketua CDU semakin memperkuat peluangnya menjadi Kanselir. Ia pun mulai menjabarkan rencana pemerintahannya, seringkali lebih vokal daripada Kanselir Olaf Scholz yang menjabat saat ini.
Merz aktif menjalin komunikasi dengan pemimpin Eropa, seperti makan malam dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan pembicaraan bilateral di Berlin atau Brussel. Ia juga berencana mengunjungi AS untuk bertemu Presiden Biden.
Dalam wawancara televisi beberapa waktu lalu, Merz membahas bantuan militer untuk Ukraina, bahkan menyinggung kemungkinan pengiriman rudal jelajah Taurus ke Kyiv. Hal ini berbeda dengan sikap Scholz yang menolak pengiriman Taurus.
Merz menyebut serangan rudal Rusia di Sumy sebagai kejahatan perang dan menyatakan kesiapannya untuk mengirimkan Taurus jika dikoordinasikan dengan mitra Eropa. Ia bahkan menyinggung kemungkinan Ukraina menghancurkan Jembatan Krimea.
Sikap tegas Merz ini menempatkannya dalam posisi berseberangan dengan Scholz terkait perang Ukraina. Dukungan terhadap Ukraina menjadi salah satu elemen gejolak politik pasca-pemilu di Jerman.
Dukungan berkelanjutan terhadap Ukraina hanyalah satu elemen dari gejolak politik yang lebih luas di Jerman. Selama berbulan-bulan, Merz dan politisi konservatif lainnya menekankan pentingnya mematuhi aturan pengendalian utang Jerman. Namun, hal ini berubah saat pembicaraan koalisi dimulai.
Jerman menyetujui keputusan untuk menghapus batasan belanja pertahanan dan memperkenalkan paket senilai €500 miliar untuk memperbaiki infrastruktur. Ini berarti pelonggaran aturan pengendalian utang yang sebelumnya dijanjikan oleh CDU dan CSU.
Merz menyatakan bahwa ia ingin Jerman menjadi negara yang lebih berani dan optimistis. Ia juga menghadapi tekanan dari partai sayap kanan AfD yang mengalami kenaikan suara dalam pemilu terakhir.
Beberapa hari sebelum pemilu, Merz memicu kontroversi dengan menerima dukungan AfD dalam beberapa pemungutan suara parlemen terkait kebijakan migrasi. Langkah ini menimbulkan kemarahan dari politisi dan masyarakat sipil Jerman.
Kini, Merz berupaya meningkatkan kepercayaan rakyat Jerman. Pada 6 Mei, Bundestag akan memutuskan nasibnya. Ia hanya butuh mayoritas sederhana untuk terpilih. Terlepas dari hasil pemungutan suara, perjalanan politik Merz sudah merupakan pencapaian luar biasa.