Penjualan mobil di Indonesia mengalami penurunan signifikan pada semester pertama tahun 2025. Data Gaikindo menunjukkan tren negatif yang perlu diperhatikan oleh industri otomotif nasional.
Beberapa faktor ekonomi makro dan kondisi pasar domestik menjadi penyebab utama penurunan penjualan ini. Hal ini menunjukkan adanya tantangan yang perlu diatasi.
Kesenjangan Pendapatan dan Harga Mobil Baru
Salah satu faktor utama penurunan penjualan mobil adalah melebarnya jarak antara pendapatan masyarakat dan harga mobil baru.
Riyanto, Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI, mengungkapkan bahwa segmen pembeli mobil di bawah Rp 300 juta sangat terdampak.
Kenaikan harga mobil, terutama untuk model Low MPV yang populer di Indonesia, terlalu tinggi dibandingkan dengan kenaikan pendapatan per kapita.
Riyanto mencontohkan, gap antara harga dan pendapatan per kapita untuk mobil Low MPV semakin melebar, membuat mobil semakin sulit dijangkau.
Penurunan Penjualan Wholesale dan Retail
Data penjualan mobil *wholesales* (pabrik ke dealer) Januari-Juni 2025 mencapai 374.740 unit, turun 8,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (410.020 unit).
Penjualan *retail sales* juga menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Angka penjualan Januari-Juni 2025 hanya mencapai 390.467 unit, turun 9,7% dari 432.453 unit pada periode yang sama tahun 2024.
Stagnasi penjualan mobil di angka sekitar satu juta unit per tahun menunjukkan adanya hambatan dalam meningkatkan daya beli masyarakat.
Rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih relatif rendah, sekitar 99 mobil per 1.000 penduduk, menunjukkan potensi pasar yang masih besar.
Faktor Ekonomi Makro dan Daya Beli Masyarakat
Selain masalah kesenjangan pendapatan dan harga, faktor ekonomi makro lainnya juga berperan dalam penurunan penjualan.
Nilai tukar rupiah yang melemah dan suku bunga kredit yang tinggi turut mempengaruhi harga jual dan biaya cicilan mobil.
Inflasi yang tinggi dan kenaikan PPN menjadi 12% semakin memperburuk kondisi tersebut.
Anjloknya penjualan mobil LCGC menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat yang signifikan.
Pertumbuhan ekonomi di bawah 5% dan meningkatnya PHK di sektor formal juga mengurangi kemampuan konsumsi masyarakat untuk barang-barang tersier seperti mobil, menurut Pengamat Otomotif Yannes Pasaribu.
Puncak penjualan mobil di Indonesia terjadi pada tahun 2013 (1.229.811 unit), kemudian terus menurun tetapi masih di atas satu juta unit hingga beberapa tahun berikutnya.
Pertumbuhan ekonomi yang berkisar lima persen antara 2015-2022 hanya mampu meningkatkan pendapatan per kapita secara tipis, sehingga penjualan mobil sulit menembus angka satu juta unit lagi.
Penjualan tahun 2024 hanya mencapai 865.723 unit, turun 13,9% dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, penurunan penjualan mobil di Indonesia pada semester pertama 2025 merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari sisi daya beli masyarakat maupun kondisi ekonomi makro. Pemerintah dan industri otomotif perlu bekerja sama untuk menemukan solusi agar pasar mobil Indonesia dapat kembali tumbuh.