Honda Motor Co. mengambil langkah strategis untuk mengamankan pasokan baterai hybrid di Amerika Serikat (AS) dengan bermitra bersama Toyota Motor Corp. Kolaborasi ini merupakan respons terhadap kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump, yang berpotensi merugikan Honda secara finansial.
Kerjasama ini akan dimulai pada tahun fiskal 2025. Honda akan mendapatkan pasokan baterai dari pabrik Toyota di North Carolina, AS. Pabrik bernilai US$ 14 miliar (sekitar Rp 210 triliun) ini akan memproduksi baterai yang cukup untuk sekitar 400.000 mobil hybrid Honda. Sebelumnya, Honda mengimpor baterai dari Jepang dan China untuk memenuhi kebutuhan kendaraan hybridnya di AS.
Kebijakan tarif impor Trump, yang dimulai dengan tarif tambahan 10% pada barang-barang asal China pada Februari 2018 dan dinaikkan lagi 10% pada Maret 2018, serta rencana kenaikan tarif impor mobil dari Jepang dari 2,5% menjadi 25%, memaksa Honda untuk mencari solusi alternatif. Langkah ini merupakan strategi mitigasi risiko untuk menghindari dampak negatif terhadap profitabilitas perusahaan.
Dampak Tarif Impor dan Strategi Honda
Selain bermitra dengan Toyota, Honda juga mengubah rencana produksi generasi terbaru Civic Hybrid. Awalnya dijadwalkan diproduksi di Meksiko, namun Honda memindahkannya ke Indiana, AS. Keputusan ini diambil untuk menghindari potensi tarif impor tinggi dari Meksiko dan Kanada, yang diperkirakan mencapai US$ 4,7 miliar (sekitar Rp 70,5 triliun) per tahun.
Perubahan strategi produksi ini menunjukkan komitmen Honda untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan melindungi bisnisnya di pasar AS yang sangat penting. Langkah ini juga mencerminkan tren global yang semakin mengarah pada regionalisasi dan lokalisasi rantai pasokan otomotif untuk mengurangi risiko geopolitik dan ekonomi.
Penjualan Honda dan Target Masa Depan
Pada tahun lalu, Honda menjual sekitar 308.000 unit kendaraan hybrid di AS, atau sekitar 22% dari total penjualan kendaraan Honda di AS yang mencapai 1,42 juta unit. Dengan langkah-langkah strategis ini, Honda menargetkan peningkatan penjualan hybrid global hingga 1,3 juta unit pada tahun 2030, di luar pasar China.
Ambisi Honda ini sejalan dengan rencana Toyota yang juga agresif dalam meningkatkan produksi dan penjualan model hybrid. Toyota menargetkan kendaraan elektrifikasi mencapai 40% dari total penjualan di Amerika Utara pada tahun 2024 dan meningkat hingga 80% pada tahun 2030. Persaingan di pasar kendaraan elektrifikasi semakin ketat, mendorong produsen otomotif untuk berinovasi dan menjalin kemitraan strategis.
Analisis dan Pertimbangan Tambahan
Kemitraan Honda-Toyota ini menunjukkan potensi sinergi yang kuat antara dua raksasa otomotif Jepang. Dengan berbagi teknologi dan sumber daya, kedua perusahaan dapat mengurangi biaya produksi dan mempercepat transisi ke kendaraan elektrifikasi. Namun, perlu juga dipertimbangkan potensi dampak persaingan di pasar baterai dan potensi kendala regulasi di masa mendatang.
Langkah Honda untuk memindahkan produksi Civic Hybrid ke AS juga bisa diinterpretasikan sebagai upaya untuk memenuhi permintaan domestik dan meningkatkan daya saing di pasar AS. Dengan memproduksi di dalam negeri, Honda dapat memangkas biaya logistik dan memenuhi permintaan pasar dengan lebih cepat. Hal ini juga menunjukkan adaptasi Honda terhadap perubahan kebijakan pemerintah AS dan tren pasar yang dinamis.
Infografis yang menyertai artikel ini menggambarkan pertumbuhan pesat pasar kendaraan listrik di Indonesia, sebuah pasar yang penting untuk diperhatikan oleh para pemain global di industri otomotif. Ini menunjukkan bahwa pergeseran menuju kendaraan elektrifikasi bukanlah hanya tren di AS, tetapi juga menjadi fenomena global yang signifikan.
Kesimpulannya, kerjasama Honda dan Toyota menandai langkah penting dalam industri otomotif, menunjukkan bagaimana produsen otomotif besar merespons perubahan kebijakan dan tren pasar dengan strategi yang inovatif dan kolaboratif untuk mengamankan posisi mereka di pasar global yang kompetitif.
