Kabinet keamanan Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyetujui perluasan bertahap serangan militer terhadap Jalur Gaza. Rencana ini, yang dilaporkan oleh sumber-sumber politik Israel kepada *Reuters* dan *AFP*, mencakup langkah-langkah signifikan yang berpotensi mengubah lanskap konflik tersebut secara drastis.
Keputusan ini diambil setelah Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, mengumumkan puluhan ribu panggilan cadangan untuk memperluas operasi melawan Hamas. Pernyataan ini menandakan peningkatan eskalasi konflik yang telah berlangsung.
Rencana Penaklukan dan Pemindahan Penduduk Gaza
Sumber-sumber politik Israel yang dikutip *AFP* dan televisi lokal Israel, Kan, mengungkapkan rencana tersebut mencakup penaklukan Jalur Gaza dan penguasaan wilayah tersebut. Ini merupakan langkah yang sangat signifikan dan berpotensi menimbulkan konsekuensi kemanusiaan yang besar.
Lebih lanjut, rencana tersebut juga bertujuan untuk memindahkan penduduk Gaza ke wilayah selatan. Alasannya, menurut sumber tersebut, adalah untuk melindungi penduduk Gaza. Namun, rencana ini menimbulkan kekhawatiran besar terkait hak asasi manusia dan hukum internasional.
Netanyahu sendiri dilaporkan “terus mempromosikan” rencana Presiden AS Donald Trump untuk pemulangan sukarela penduduk Gaza. Hal ini menunjukkan adanya dukungan eksternal terhadap rencana kontroversial tersebut, meskipun belum ada pernyataan resmi dari pemerintah AS.
Eskalasi Serangan Militer Israel dan Reaksi Internasional
Letnan Jenderal Eyal Zamir menjelaskan bahwa peningkatan tekanan bertujuan untuk membebaskan sandera dan mengalahkan Hamas. Pernyataan ini menekankan tujuan utama operasi militer Israel di Jalur Gaza saat ini.
Netanyahu, dalam sebuah pernyataan video terpisah, mengonfirmasi bahwa kabinet keamanan telah membahas “tahap selanjutnya” dari perang Gaza. Pernyataan ini dikeluarkan beberapa jam setelah serangan rudal Houthi di dekat Bandara Ben Gurion, menandakan meningkatnya kompleksitas situasi geopolitik.
Serangan udara dan darat Israel di Jalur Gaza kembali dilancarkan setelah kegagalan gencatan senjata yang didukung AS. Gencatan senjata tersebut sempat menghentikan pertempuran selama dua bulan sebelum kembali meletus.
Blokade Bantuan Kemanusiaan dan Tekanan Internasional
Selain perluasan serangan, kabinet keamanan Israel juga menyetujui rencana baru untuk distribusi bantuan di Jalur Gaza. Namun, rinciannya masih belum jelas, termasuk kapan pasukan akan diizinkan memasuki wilayah tersebut.
Israel, yang saat ini menguasai sepertiga wilayah Jalur Gaza, menghadapi tekanan internasional yang semakin meningkat untuk mencabut blokade bantuan kemanusiaan yang diberlakukan sejak Maret. Tel Aviv berargumen bahwa blokade tersebut diperlukan karena Hamas menyita bantuan untuk kepentingan sendiri.
Tuduhan tersebut dibantah oleh Hamas dan beberapa kelompok HAM internasional. Hal ini menyebabkan perdebatan sengit mengenai kemanusiaan dan efektivitas blokade tersebut terhadap warga sipil Gaza.
Situasi di Jalur Gaza tetap tegang dan kompleks. Rencana perluasan serangan militer Israel, yang meliputi penaklukan dan kemungkinan pemindahan penduduk, menimbulkan kekhawatiran serius tentang konsekuensi kemanusiaan dan hukum internasional. Tekanan internasional untuk menyelesaikan konflik secara damai dan memastikan bantuan kemanusiaan tetap menjadi isu utama yang perlu segera ditangani.
Perkembangan situasi ini akan terus dipantau dengan seksama, mengingat potensi dampaknya yang luas terhadap stabilitas regional dan situasi kemanusiaan di Jalur Gaza. Perlu adanya solusi jangka panjang yang adil dan berkelanjutan untuk mengakhiri konflik dan memastikan keamanan serta kesejahteraan semua pihak yang terlibat.