Kendaraan niaga listrik memiliki potensi besar di Indonesia, namun keberhasilannya bergantung pada satu faktor krusial: harga yang terjangkau bagi para pengusaha. Hal ini ditekankan oleh Puti Annisa Moeloek, Head of Communication Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI).
Pengusaha, sebagai konsumen utama kendaraan niaga, memiliki perhitungan bisnis yang ketat. Mereka tidak akan sembarangan berinvestasi pada kendaraan baru, termasuk kendaraan listrik. Keuntungan finansial harus jelas terlihat, sehingga investasi tersebut sepadan dengan pengeluaran yang dikeluarkan.
Annisa menjelaskan ekspektasi pengusaha terhadap harga kendaraan niaga listrik. Mereka berharap harga kendaraan listrik tidak jauh berbeda dengan model konvensional, atau paling tinggi sekitar 1,5 kali lipat. Contohnya, jika harga pikap Isuzu Traga konvensional sekitar Rp200 juta, maka harga versi listriknya yang ideal bagi mereka adalah sekitar Rp300 juta.
“Harganya sama atau paling tidak (selisih) satu setengah kali lipat,” ujar Annisa dalam keterangannya di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (2/7).
Saat ini, pilihan kendaraan niaga listrik di Indonesia masih terbatas. Mitsubishi Fuso e-Canter merupakan salah satu contohnya, namun harganya yang mencapai miliaran rupiah menjadi kendala tersendiri bagi sebagian besar pengusaha.
Tantangan Adopsi Kendaraan Niaga Listrik di Indonesia
Selain harga, pengusaha juga mempertimbangkan biaya operasional. Efisiensi kendaraan listrik dalam hal pemakaian energi perlu dipertimbangkan secara matang. Penghematan biaya operasional harus mampu menutupi selisih harga beli yang lebih tinggi.
“Selama hitung-hitungan bisnisnya belum bisa masuk ke dalam biaya operasional customer itu kayaknya akan lebih sulit,” tegas Annisa.
Kesiapan infrastruktur pengisian daya juga menjadi faktor penentu. Minimnya stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Indonesia, khususnya yang mengakomodasi kebutuhan kendaraan niaga yang memiliki kapasitas baterai lebih besar, menjadi hambatan yang signifikan. Ketidakpastian suplai listrik juga dapat menjadi pertimbangan bagi pengusaha.
Puti menekankan perlunya persiapan yang matang sebelum mengadopsi kendaraan niaga listrik secara luas di Indonesia. “Menurut kami masih banyak yang perlu dibereskan dan kami tidak mau terburu-buru,” imbuhnya.
Potensi dan Antusiasme Pasar
Meskipun tantangan masih ada, Puti mengakui adanya antusiasme dari beberapa konsumen terhadap kendaraan niaga listrik. Beberapa pengusaha telah menanyakan informasi terkait kendaraan niaga listrik, menunjukkan adanya potensi pasar yang menjanjikan di masa depan.
Namun, kesuksesan transisi ke kendaraan niaga listrik memerlukan kerjasama antara pemerintah, produsen kendaraan, dan para pengusaha. Pemerintah perlu mendorong pengembangan infrastruktur pengisian daya dan memberikan insentif yang menarik. Produsen perlu mengembangkan kendaraan listrik yang sesuai dengan kebutuhan dan daya beli pengusaha Indonesia. Sementara itu, pengusaha perlu mempertimbangkan secara matang aspek finansial dan operasional sebelum berinvestasi.
Kesimpulannya, adopsi kendaraan niaga listrik di Indonesia menyimpan potensi besar, namun membutuhkan strategi yang terintegrasi dan komprehensif untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada. Harga yang terjangkau, biaya operasional yang efisien, dan infrastruktur pengisian daya yang memadai menjadi kunci utama dalam mewujudkan transisi ini.
Perlu pula dikaji lebih lanjut mengenai jenis dan ukuran kendaraan niaga listrik yang paling sesuai dengan kebutuhan pengusaha di Indonesia, serta skema pembiayaan yang inovatif untuk meringankan beban investasi awal. Dengan demikian, potensi besar kendaraan niaga listrik dapat terealisasi secara optimal dan berkelanjutan di Indonesia.
