Ketua GRIB Jaya Harjamukti, Tony Simanjuntak (45), resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan dan kepemilikan senjata api ilegal. Berkas perkaranya telah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) oleh pihak kepolisian.
Wakapolres Metro Depok, AKBP Prasetyo, mengumumkan hal ini dalam jumpa pers di Mapolres Metro Depok, Jawa Barat, Kamis (15/5/2025). Peristiwa bermula dari sebuah insiden di Kampung Baru, Harjamukti, Depok pada Senin (23/12/2024).
Kronologi Penganiayaan di Lahan PT PP
Insiden bermula ketika AK, seorang operator ekskavator yang bekerja di PT PP, melakukan pemagaran di lahan milik perusahaan tersebut.
Saat AK dan beberapa rekan kerjanya tengah bertugas, mereka tiba-tiba dihadang oleh Tony Simanjuntak.
Tony kemudian mengeluarkan senjata airgun dan menodongkan kepada para pekerja PT PP dari jarak sekitar 5 meter.
Tony melepaskan tiga tembakan. Dua tembakan mengenai kaca belakang ekskavator hingga pecah, dan satu tembakan mengenai lutut kiri AK.
Kejadian ini membuat AK dan rekan-rekannya ketakutan dan langsung meninggalkan lokasi.
Senjata Api Ilegal dan Bukti yang Disita
Senjata api yang digunakan Tony adalah airgun jenis Pietro Baretta Gardone VT-Made In Italy, Cat 5802-MOD 84F-CAL 9 SHORT, lengkap dengan magazine dan sembilan butir gotri warna emas.
Polisi berhasil mengamankan senjata tersebut beserta amunisinya dari tas selempang milik Tony.
Kepemilikan senjata api ilegal ini menjadi salah satu dasar penetapan tersangka terhadap Tony.
Pasal yang Dikenakan dan Hukuman yang Diancam
Atas perbuatannya, Tony dijerat dengan beberapa pasal.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 terkait kepemilikan senjata api ilegal diterapkan.
Selain itu, ia juga dijerat dengan Pasal 351 KUHP (penganiayaan) dan/atau Pasal 335 ayat (1) KUHP (perbuatan tidak menyenangkan).
Ancaman hukuman yang dihadapi Tony cukup berat, mengingat pelanggaran hukum yang dilakukannya.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang bahaya kepemilikan senjata api ilegal dan pentingnya penegakan hukum yang tegas. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk selalu menaati hukum dan menghormati hak asasi manusia.
Proses hukum akan terus berjalan dan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku.