Mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mendatangi Mabes Polri pada Selasa (6/5/2025). Mereka bertujuan untuk meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuka kembali kasus yang pernah dilaporkan.
Kuasa hukum para korban, Muhammad Soleh, menjelaskan bahwa laporan awal diajukan Vivi Nurhidayah pada tahun 1997. Namun, Komnas HAM menginformasikan bahwa penyidikan telah dihentikan.
Kasus Penggelapan Asal-usul Orang
Laporan Vivi, terdaftar dengan nomor LP/60/V/1997/Satgas tertanggal 6 Juni 1997, berkaitan dengan Pasal 277 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan Asal-usul Orang.
Soleh berpendapat pasal tersebut mudah dibuktikan. Kasus ini bukan hanya melibatkan Vivi, tetapi banyak korban lain yang hingga kini tidak mengetahui asal-usul dan orang tua mereka.
Permohonan Pencabutan SP3 dan Gugatan Praperadilan
Pihak kuasa hukum berharap Polri mencabut Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan membuka kembali kasus tersebut.
Jika permohonan ditolak, mereka akan mengajukan gugatan praperadilan karena laporan baru akan terhambat pasal kedaluwarsa.
Kasus ini sudah berlangsung lebih dari 20 tahun. Proses hukum yang panjang membuat jalur praperadilan menjadi opsi terakhir.
Ketidaktahuan Korban Terhadap SP3
Heppy Sebayang, kuasa hukum lainnya, menambahkan bahwa kliennya, Vivi, tidak pernah menerima informasi mengenai SP3.
Vivi mengetahui tentang SP3 dari Komnas HAM, bukan dari pihak penyidik.
Kedatangan mereka ke Mabes Polri bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum. Mereka menginginkan transparansi atas penanganan kasus ini.
Sebelumnya, beredar kabar sejumlah mantan pemain OCI di Taman Safari Indonesia diduga dieksploitasi. Dugaan ini muncul setelah para mantan pemain mengadukan hal tersebut ke Kementerian HAM.
Mereka diterima oleh Wamen HAM Mugiyanto pada Selasa (15/4) dan mengaku mengalami kekerasan hingga dugaan perbudakan selama menjadi pemain OCI.
Kementerian HAM saat ini tengah menyelidiki dugaan eksploitasi tersebut.
Perjuangan mantan pemain sirkus OCI untuk mendapatkan keadilan masih terus berlanjut. Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap korban eksploitasi dan perlunya transparansi dalam proses hukum.