Korea Selatan akan segera menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih presiden baru setelah pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol. Mahkamah Konstitusi Korea Selatan (MK Korsel) menguatkan pemakzulan Yoon secara bulat. Yoon dianggap merusak tatanan konstitusi karena menerapkan darurat militer kontroversial pada Desember 2024. Putusan ini dibacakan pada 4 April 2025, di tengah situasi politik yang memanas dan demonstrasi besar-besaran. Hakim MK Korsel bahkan mendapat perlindungan tambahan selama persidangan.
MK Korsel menyatakan tindakan Yoon melanggar prinsip supremasi hukum dan pemerintahan demokratis, mengancam stabilitas negara. Pemilu untuk memilih presiden baru harus digelar dalam 60 hari, artinya Pemilu akan berlangsung pada 3 Juni 2025. Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik mengatur pemilihan presiden pada hari Rabu, namun aturan ini berlaku jika presiden menyelesaikan masa jabatan penuh, bukan dalam kasus pemakzulan. Calon presiden harus mengundurkan diri 90 hari sebelum pemilihan, kecuali dalam kasus pengisian jabatan tak terduga, dimana pengunduran diri cukup 30 hari sebelum pemilu. Sejumlah pejabat Korsel telah mengundurkan diri, termasuk Presiden sementara Han Duck Soo.
Eks PM Korsel Han Duck Soo Maju sebagai Capres
Han Duck Soo secara resmi mengumumkan pencalonannya sebagai presiden dalam konferensi pers di Seoul pada 2 Mei 2025. Pengumuman ini mengakhiri spekulasi berminggu-minggu mengenai keikutsertaannya dalam pemilu. Han, mantan Perdana Menteri dan Duta Besar Korsel untuk Amerika Serikat, merupakan figur populer di kalangan konservatif.
Ia diperkirakan akan bersaing dengan Lee Jae-myung dari Partai Demokrat liberal. Han sebelumnya menjabat sebagai Presiden sementara setelah pemakzulan Yoon, namun juga sempat dimakzulkan sebelum akhirnya pemakzulannya dibatalkan MK Korsel. Oposisi menuduh Han gagal mencegah kebijakan darurat militer dan menolak kerja sama penyelidikan terhadap Yoon dan istrinya. Meskipun demikian, beliau tetap menjadi tokoh penting bagi kubu konservatif, terutama setelah Partai Kekuatan Rakyat mengalami krisis internal. Han menyatakan pencalonannya demi masa depan Korea Selatan.
Calon Presiden dari Oposisi: Lee Jae-myung
Lee Jae-myung, mantan pemimpin oposisi, merupakan kandidat presiden terkuat saat ini. Namun, peluangnya menipis karena masalah hukum. Mahkamah Agung Korsel membatalkan vonis bebasnya atas kasus pelanggaran hukum pemilu pada 1 Mei 2025.
Lee dituduh memberikan pernyataan palsu selama kampanye Pilpres 2022. Pengadilan tingkat pertama membebaskannya, namun Mahkamah Agung menilai ada kesalahan penafsiran hukum. Pernyataan Lee dianggap menyesatkan dan dapat mempengaruhi penilaian pemilih. Mahkamah Agung memerintahkan persidangan ulang.
Hasil persidangan ulang akan sangat menentukan nasib Lee. Jika dinyatakan bersalah, ia bisa dilarang mencalonkan diri selama 5 tahun dan terancam hukuman penjara atau denda. Proses hukum ini mungkin tidak selesai sebelum Pemilu 3 Juni 2025. Bahkan jika kalah, Lee masih bisa banding.
Meskipun menghadapi kasus hukum, Lee tetap unggul dalam survei. Jajak pendapat Gallup menunjukkan dukungan 38% untuk Lee, jauh di atas pesaingnya yang masih di bawah 10%. Lee juga menghadapi beberapa persidangan terkait tuduhan korupsi. Jika terpilih sebagai presiden, ia akan mendapat kekebalan hukum selama 5 tahun masa jabatannya.
Tantangan Pemilu di Tengah Krisis Politik
Pemilu presiden Korsel akan berlangsung di tengah krisis politik yang mendalam. Pemakzulan Presiden Yoon dan munculnya kandidat-kandidat dengan berbagai latar belakang dan tantangan hukum menciptakan dinamika politik yang kompleks. Persaingan antara Han Duck Soo dan Lee Jae-myung akan menjadi pusat perhatian.
Hasil Pemilu akan menentukan arah politik Korea Selatan di masa mendatang. Kandidat-kandidat harus mampu mengatasi berbagai tantangan, mulai dari masalah ekonomi hingga hubungan internasional yang rumit. Pemilu ini menjadi sangat krusial bagi masa depan Korea Selatan. Kondisi ini tentunya akan sangat mempengaruhi pilihan rakyat Korsel.