Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 14 bidang tanah senilai Rp 18 miliar terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Tol Trans Sumatera (JTTS). Penyitaan ini merupakan bagian dari rangkaian penyidikan yang dilakukan KPK.
Sebanyak 13 bidang tanah terletak di Lampung Selatan, sementara satu bidang lainnya berada di Tangerang Selatan. Penyitaan dilakukan pada 29 April 2025 dan aset tersebut akan dirampas untuk negara guna memulihkan kerugian negara.
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Tol Trans Sumatera
Kasus ini berpusat pada dugaan korupsi dalam pengadaan lahan untuk proyek Tol Trans Sumatera yang dikerjakan PT Hutama Karya (HK) Persero pada tahun anggaran 2018-2020.
KPK telah menetapkan dua tersangka dari pihak Hutama Karya, berinisial BP dan MRS, serta satu korporasi swasta, PT STJ.
Kronologi Penyitaan dan Kerugian Negara
Penyitaan 14 bidang tanah merupakan bagian dari upaya KPK untuk memulihkan kerugian negara yang diduga mencapai belasan miliar rupiah.
Sebelumnya, pada 14-15 April 2025, KPK telah menyita 65 bidang tanah lainnya di Kalianda, Lampung Selatan, terkait kasus yang sama.
KPK bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung secara pasti besaran kerugian negara.
Tanggapan KPK dan Dugaan Kerugian Negara
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri (pernyataan pada Maret 2024), menyatakan bahwa penyidikan dilakukan karena adanya indikasi kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan lahan oleh PT HK Persero.
Nilai kerugian negara yang diduga sementara mencapai belasan miliar rupiah.
Penyitaan aset, termasuk 14 bidang tanah senilai Rp 18 miliar ini, merupakan upaya konkrit KPK untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Proses hukum terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Tol Trans Sumatera masih terus berlanjut. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan para pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya. Penyitaan aset merupakan salah satu langkah penting dalam upaya pemulihan kerugian negara dan penegakan hukum.