Harga mobil di Indonesia, khususnya segmen Low Cost Green Car (LCGC), terus merangkak naik. Kenaikan ini menimbulkan pertanyaan apakah mobil LCGC masih pantas disebut mobil murah?
Harga LCGC termurah saat ini sudah mencapai kisaran Rp 138 juta, sementara yang termahal bahkan menembus Rp 200 juta. Bandingkan dengan harga awal peluncurannya pada tahun 2013 yang hanya sekitar Rp 76 juta.
Kenaikan Harga LCGC Tak Sejalan dengan Pendapatan Masyarakat
Para ahli ekonomi melihat disparitas antara kenaikan harga mobil dan pendapatan masyarakat. Lonjakan harga LCGC yang signifikan tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat.
Yannes Pasaribu, akademisi dari ITB, menyatakan bahwa harga mobil saat ini tidak lagi proporsional dengan daya beli masyarakat. Kenaikan harga sejak 2013 jauh melampaui kenaikan pendapatan yang hanya sekitar 50-70%.
Penurunan penjualan LCGC juga menjadi indikator kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Konsumen cenderung menahan diri untuk membeli mobil baru.
Pajak dan Faktor Ekonomi Global Mempengaruhi Harga
Berbagai faktor berkontribusi terhadap kenaikan harga LCGC. Selain inflasi, instrumen pajak juga berperan signifikan.
LCGC, yang dulunya dibebaskan dari Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), kini tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan PPN menjadi 12%, ditambah inflasi harga komponen, depresiasi rupiah, dan pungutan pajak daerah, semakin memberatkan biaya pembelian.
Tekanan ekonomi global juga turut memperparah situasi. Ketidakpastian ekonomi mendorong masyarakat untuk menunda pembelian mobil baru dan memilih alternatif lain, seperti membeli mobil bekas atau menabung.
Alternatif Pembelian Mobil Bekas dan Tantangan Industri Otomotif
Dengan harga mobil baru yang semakin tinggi, membeli mobil bekas menjadi pilihan yang lebih masuk akal bagi banyak konsumen.
Beban pajak dan biaya-biaya tambahan pada mobil baru membuat pembelian mobil bekas menjadi lebih menarik. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Gaikindo yang menyebut hampir 70 persen kendaraan yang diminati masyarakat Indonesia adalah mobil seharga Rp 300 juta ke bawah.
Riyanto, pengamat otomotif dari LPEM UI, menegaskan bahwa jarak antara pendapatan dan harga mobil baru semakin melebar, terutama untuk segmen di bawah Rp 300 juta.
Situasi ini menghadirkan tantangan bagi industri otomotif Indonesia. Perlu strategi yang lebih inovatif untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat dengan harga yang lebih terjangkau dan sejalan dengan daya beli.
Kesimpulannya, kenaikan harga mobil LCGC yang signifikan tidak sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Faktor pajak, inflasi, depresiasi rupiah, dan tekanan ekonomi global turut berkontribusi terhadap hal ini. Pembelian mobil bekas menjadi pilihan alternatif yang semakin populer di tengah kondisi ekonomi saat ini. Industri otomotif perlu beradaptasi untuk menghadapi tantangan ini dan menyediakan solusi yang lebih terjangkau bagi konsumen.