Israel kembali melancarkan serangan militer ke Suriah, bahkan menargetkan wilayah dekat istana kepresidenan di Damaskus. Serangan ini menjadi sorotan internasional dan menimbulkan pertanyaan tentang motif dan konsekuensi tindakan tersebut. Ketegangan antara kedua negara telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, ditandai dengan serangkaian serangan dan saling tuduh.
Pada awal bulan April, Suriah menuduh Israel melakukan serangan destabilisasi yang mengakibatkan tewasnya 13 orang. Israel membantah tuduhan tersebut, mengklaim serangan mereka sebagai respons atas tembakan dari kelompok bersenjata di selatan Suriah.
Israel, melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, secara terbuka memperingatkan Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, akan konsekuensi yang berat jika keamanan Israel terancam. Sejak penggulingan Bashar al-Assad pada November 2024, Israel telah melakukan pengeboman besar-besaran terhadap aset militer Suriah.
Serangan Dekat Istana Kepresidenan Suriah
Serangan terbaru yang terjadi pada 2 Mei 2025, menargetkan wilayah dekat istana kepresidenan Suriah di Damaskus. Hal ini diumumkan langsung oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Serangan ini menandai serangan kedua Israel ke wilayah Suriah dalam beberapa hari terakhir. Israel menegaskan komitmennya untuk melindungi kelompok minoritas dari kekerasan sektarian yang terjadi sebelumnya.
Militer Israel menyatakan serangan tersebut menargetkan “area dekat Istana Ahmed Hussein al-Sharaa di Damaskus”, namun detail targetnya tidak dijelaskan lebih lanjut.
Ketidakpercayaan Israel terhadap Kaum Sunni
Serangan Israel mencerminkan ketidakpercayaan mendalam Tel Aviv terhadap kelompok Islamis Sunni yang menggulingkan rezim Assad. Hal ini menjadi tantangan bagi Presiden al-Sharaa dalam upaya membangun kembali stabilitas dan kendali di Suriah.
Netanyahu, dalam pernyataan bersama Menteri Pertahanan Israel Katz, menegaskan bahwa serangan tersebut merupakan pesan tegas kepada rezim Suriah. Israel tidak akan mentolerir pengerahan pasukan Suriah di selatan Damaskus atau ancaman terhadap komunitas Druze.
Komunitas Druze, minoritas yang menganut agama cabang Islam, tersebar di Suriah, Lebanon, dan Israel. Keberadaan mereka menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dinamika politik dan keamanan di kawasan tersebut.
Respons Suriah dan Konflik Sektarian
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Suriah menanggapi serangan Israel tersebut.
Presiden al-Sharaa, yang pernah menjadi komandan Al-Qaeda sebelum memutuskan hubungan pada 2016, telah berjanji untuk memimpin Suriah secara inklusif. Namun, kekerasan sektarian yang terjadi belakangan ini, termasuk pembunuhan ratusan warga etnis Alawi pada Maret 2025, menghambat upayanya.
Kekerasan sektarian yang meletus pada akhir April 2025 antara kelompok bersenjata Druze dan Sunni di Jaramana, diperparah oleh insiden penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Lebih dari selusin orang tewas dalam bentrokan tersebut sebelum meluas ke Sahnaya.
Insiden ini semakin memperumit situasi politik dan keamanan di Suriah yang masih berjuang untuk pulih dari konflik berkepanjangan. Serangan Israel yang dekat dengan istana kepresidenan semakin meningkatkan ketegangan dan ketidakpastian di kawasan tersebut.
Ketegangan antara Israel dan Suriah kemungkinan akan terus meningkat dalam waktu dekat. Respon Suriah terhadap serangan ini dan tindakan selanjutnya dari Israel akan menjadi penentu situasi di masa depan.