Direktur Operasional PT Timah Tbk, Alwin Albar, divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin, 5 Mei 2025. Putusan ini menandai berakhirnya persidangan atas kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
Majelis hakim menyatakan Alwin terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama terkait tata kelola timah. Selain hukuman penjara, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara.
Vonis 10 Tahun Penjara untuk Alwin Albar
Ketua Majelis Hakim, Fajar Kusuma Aji, membacakan putusan yang menyatakan Alwin Albar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Vonis 10 tahun penjara dijatuhkan atas keterlibatannya dalam kasus korupsi ini.
Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam menentukan hukuman. Alwin sebelumnya pernah dipidana dan dinilai tidak membantu pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Namun, sikap kooperatif dan kejujurannya selama persidangan menjadi pertimbangan yang meringankan.
Kasus Korupsi Pengelolaan Timah
Alwin Albar didakwa bersama-sama mantan Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono. Keduanya terlibat dalam dugaan korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara.
Jaksa penuntut umum mendakwa Gatot telah menyetujui revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) PT Timah tahun 2019. Revisi tersebut disetujui meskipun terdapat kekurangan, seperti aspek studi AMDAL dan studi kelayakan. Gatot diduga menerima Rp 60 juta dan sejumlah fasilitas sebagai imbalan.
Peran Alwin Albar dan Revisi RKAB
Dakwaan menyebutkan Alwin Albar turut berperan dalam kasus ini. Lebih lanjut, investigasi mengungkap adanya pembelian bijih timah ilegal dari hasil penambangan ilegal di wilayah cadangan marginal IUP PT Timah Tbk.
Jaksa menyebut persetujuan revisi RKAB yang dilakukan Gatot memfasilitasi PT Timah untuk mengakomodasi pembelian bijih timah ilegal tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kolaborasi antara pihak internal PT Timah dan pejabat pemerintah.
Perbedaan antara tuntutan dan vonis yang dijatuhkan juga menarik perhatian. Alwin Albar awalnya dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Namun, hakim menjatuhkan vonis lebih ringan.
Selain Alwin dan Gatot, dua terdakwa lain juga didakwa dalam kasus ini, yakni eks Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung, Supianto. Kasus ini menunjukkan kompleksitas dan dampak luas dari korupsi yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya alam.
Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk selalu menjunjung tinggi hukum dan tata kelola yang baik dalam pengelolaan sumber daya alam. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam mencegah terjadinya korupsi serupa di masa mendatang.