Pelantikan Donald Trump untuk masa jabatan kedua pada 20 Januari 2025 menandai awal pemerintahan yang penuh gejolak. Seratus hari pertama pemerintahannya telah diwarnai perubahan kebijakan luar negeri yang signifikan dan penerapan tarif impor yang kontroversial. Kejadian-kejadian ini membuat Gedung Putih menjadi pusat perhatian dunia.
Para ahli mengamati bahwa di balik aktivitas yang padat ini terdapat strategi terencana. Majalah Time bahkan menyebutnya sebagai “serangan kilat” yang mengejutkan lawan di dalam dan luar negeri. Reaksi publik Amerika pun beragam, membuat banyak orang kebingungan menentukan prioritas protes terhadap kebijakan-kebijakan kontroversial pemerintahan Trump.
Mengakhiri Perang di Ukraina: Janji yang Tak Terpenuhi
Trump berjanji akan mengakhiri perang di Ukraina dalam waktu 24 jam. Namun, hingga kini konflik tersebut masih berlanjut.
Pemerintahan Trump berupaya mencari solusi sendiri, tanpa sepenuhnya bergantung pada sekutu tradisional AS. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sekutu Barat.
Sikap Trump yang cenderung memberikan konsesi kepada Rusia, termasuk kritikan keras terhadap Presiden Zelenskyy dan penangguhan sementara bantuan militer ke Ukraina (yang kemudian dilanjutkan), menimbulkan ketegangan internasional.
Usulan Trump agar Ukraina menyerahkan Krimea juga mengejutkan banyak pihak dan menunjukkan perubahan sikap AS yang drastis.
Keraguan terhadap komitmen AS dalam NATO juga muncul akibat pernyataan Trump yang kontroversial, meskipun kemudian ditarik kembali.
Kebijakan Imigrasi Ketat: Deportasi Massal yang Terhambat
Trump menjanjikan program deportasi terbesar dalam sejarah AS. Ia menyebut akan mendeportasi “penjahat haus darah” secepat mungkin.
Meskipun jumlah deportasi pada bulan Februari 2025 menunjukkan peningkatan dibandingkan Februari 2021, program tersebut belum berjalan secepat yang dijanjikan.
Menurut NBC News, jumlah migran yang menyeberangi perbatasan selatan AS dengan Meksiko memang menurun. Namun, kebijakan imigrasi Trump tetap memicu kontroversi.
Para ahli menilai kebijakan ini telah memperketat imigrasi, memicu perdebatan mengenai dampaknya terhadap nilai-nilai Amerika.
Ekonomi “Amerika Kembali”: Kenyataan yang Tak Merata
Trump menjanjikan kebangkitan ekonomi AS dengan slogan “buat Amerika terjangkau lagi”. Ia berjanji harga akan turun sejak hari pertama.
Harga bensin dan beberapa sektor lainnya memang mengalami penurunan. Inflasi secara keseluruhan juga turun. Namun, harga barang-barang lain masih meningkat.
Meskipun ada pejabat pemerintah yang mengklaim keberhasilan dalam menjaga inflasi tetap rendah, banyak warga Amerika masih merasakan beban ekonomi yang tinggi.
Biaya hidup sehari-hari, terutama belanja kebutuhan pokok, masih tetap mahal bagi sebagian besar penduduk AS.
Tarif Protektif: Janji Terpenuhi, Namun Berdampak Negatif
Trump menepati janjinya untuk menerapkan tarif protektif pada barang impor. Hal ini bertujuan mengakhiri defisit perdagangan AS.
Namun, kebijakan ini menyebabkan harga beberapa produk menjadi lebih mahal bagi konsumen AS. Hubungan perdagangan dengan negara lain juga terganggu.
Survei Pew Research Center menunjukkan penurunan optimisme publik terhadap ekonomi AS setelah penerapan tarif ini.
Ketidakstabilan Pemerintahan: Perubahan Kebijakan yang Cepat
Salah satu ciri khas pemerintahan Trump adalah perubahan kebijakan yang cepat. Hal ini, menurut para ahli, merusak stabilitas pemerintahan.
Kebijakan-kebijakan, termasuk tarif dan pemutusan hubungan kerja di berbagai lembaga pemerintah, diperkenalkan dan kemudian dicabut dengan cepat.
Ketidakkonsistenan ini dinilai sebagai hambatan dalam menjalankan pemerintahan yang efektif dan menimbulkan ketidakpastian.
Seratus hari pertama pemerintahan Trump telah membuktikan bahwa janji-janji kampanyenya tidak selalu mudah diterjemahkan ke dalam realita. Perubahan-perubahan drastis yang diterapkan telah membelah bangsa dan menimbulkan kekhawatiran baik di dalam maupun luar negeri. Apakah pemerintahan Trump akan mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai tujuannya tetap menjadi pertanyaan besar.