Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita baru-baru ini meminta komitmen dari tiga produsen otomotif besar Jepang, yaitu Toyota, Suzuki, dan Daihatsu, untuk menjaga stabilitas harga jual mobil dan menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan mereka di Indonesia. Permintaan ini disampaikan di tengah ketidakpastian ekonomi global yang berpotensi menimbulkan gejolak di sektor otomotif nasional.
Ketiga pabrikan tersebut merupakan pilar utama industri otomotif Indonesia, dengan sejarah panjang dan investasi besar yang telah mereka tanamkan di negara ini. Investasi tersebut tidak hanya meliputi perakitan kendaraan, tetapi juga pengembangan rantai pasok komponen, yang menyerap ribuan tenaga kerja Indonesia.
“Maka itu, saya secara khusus meminta agar tidak ada kenaikan harga mobil dan tidak ada PHK di Indonesia. Ini penting demi menjaga daya beli masyarakat dan menjaga lapangan kerja di sektor otomotif, yang merupakan salah satu penopang industri nasional,” tegas Agus Gumiwang usai pertemuan dengan perwakilan ketiga perusahaan tersebut.
Permintaan Menteri Perindustrian tersebut disambut positif oleh pihak Toyota, Suzuki, dan Daihatsu. Mereka menyatakan memahami kekhawatiran pemerintah dan berkomitmen untuk menjaga stabilitas harga serta mempertahankan karyawan mereka di tengah tantangan ekonomi global. Agus Gumiwang pun mengapresiasi komitmen tersebut sebagai langkah konkret dalam mendukung stabilitas industri otomotif Indonesia.
Industri Otomotif Indonesia: Sektor Strategis yang Penting untuk Dipertahankan
Pertemuan tersebut juga membahas pentingnya menjaga daya saing dan daya tarik pasar otomotif domestik Indonesia. Pemerintah sedang gencar melakukan deregulasi dan memberikan insentif fiskal untuk mendorong investasi di sektor ini. Kolaborasi erat antara pemerintah dan para produsen otomotif dinilai krusial untuk keberlanjutan industri dan kesejahteraan tenaga kerja.
Industri otomotif merupakan sektor strategis bagi perekonomian Indonesia. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja sangat signifikan. Oleh karena itu, menjaga stabilitas sektor ini sangat penting untuk mencegah efek domino negatif yang dapat berdampak luas pada perekonomian.
“Pasar otomotif Indonesia sangat potensial. Jangan sampai kehilangan momentum hanya karena kenaikan harga atau pengurangan tenaga kerja yang bisa memicu efek domino,” lanjut Agus Gumiwang. Pemerintah menyadari pentingnya menjaga momentum pertumbuhan positif industri otomotif ini.
Data Sektor Otomotif Indonesia
Sebagai gambaran, industri kendaraan bermotor di Indonesia memiliki skala besar, terutama pada segmen roda empat. Terdapat 32 pabrikan roda empat dengan kapasitas produksi 2,35 juta unit per tahun, menyerap tenaga kerja hingga 69.39 ribu orang, dan telah menanamkan investasi sebesar Rp143,91 triliun.
Sementara itu, segmen roda dua dan tiga didukung oleh 73 pabrikan dengan kapasitas produksi 10,72 juta unit per tahun, menyerap 30.31 ribu tenaga kerja, dan realisasi investasi mencapai Rp30,4 triliun. Data produksi dan penjualan hingga Mei 2025 menunjukkan kinerja yang cukup positif di kedua segmen tersebut.
Produksi kendaraan roda empat mencapai 459 ribu unit, penjualan 316 ribu unit, dan ekspor 192 ribu unit. Sedangkan untuk roda dua dan tiga, produksinya mencapai 3,37 juta unit, penjualan 3,1 juta unit, dan ekspor 268 ribu unit. Data ini menunjukkan potensi besar industri otomotif Indonesia dan pentingnya menjaga stabilitasnya.
Agus Gumiwang optimistis langkah antisipatif ini akan mendapatkan respons positif dari masyarakat dan pelaku industri. Pemerintah akan terus berupaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendukung perkembangan industri otomotif Indonesia.
Kesimpulannya, komitmen dari Toyota, Suzuki, dan Daihatsu untuk menjaga stabilitas harga dan tenaga kerja merupakan langkah penting dalam menjaga kesehatan industri otomotif Indonesia yang merupakan sektor strategis bagi perekonomian nasional. Pemerintah akan terus berupaya mendukung sektor ini melalui berbagai kebijakan dan kolaborasi yang erat dengan para pelaku industri.