Viral di media sosial, seorang pengguna Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di rest area memprotes PLN karena kesulitan mengisi daya mobil listriknya. Pengguna akun Instagram @dirgantaraautoproject, Dirgantara Bastian, mengunggah video yang memperlihatkan kendala tersebut. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap layanan SPKLU PLN dengan pernyataan yang menyiratkan dugaan korupsi.
Dalam video tersebut, terlihat Dirgantara Bastian kesulitan mengisi daya mobil listriknya, BYD e6, di SPKLU rest area KM 391A. Mobil listrik tersebut, yang merupakan bekas taksi, memiliki spesifikasi yang tidak mendukung pengisian daya cepat menggunakan colokan tipe CCS2. Hal ini menjadi faktor penting dalam permasalahan yang dihadapi.
Menanggapi protes tersebut, Vice President Komunikasi Korporat PLN, Grahita Muhammad, menjelaskan bahwa berdasarkan penelusuran di lapangan, SPKLU di rest area KM 391A beroperasi normal. Logbook SPKLU mencatat transaksi berhasil dilakukan sebelum dan sesudah kejadian yang dialami Dirgantara Bastian.
Grahita menjelaskan lebih lanjut bahwa kegagalan transaksi dikategorikan sebagai “SuspendedEV”. Kondisi ini berarti SPKLU berhasil mengirimkan tenaga listrik, namun kendaraan menolak atau tidak dapat menerima daya. PLN menduga hal ini disebabkan oleh kondisi baterai mobil listrik yang masih panas, sehingga tidak dapat menerima daya 22 kW AC. Bukan karena kerusakan pada SPKLU itu sendiri.
Lebih detail lagi, Grahita menjelaskan bahwa BYD e6 milik Dirgantara hanya kompatibel dengan charger tipe AC. Baterai yang masih panas setelah pemakaian intens kemungkinan besar menjadi penyebab kegagalan pengisian daya. PLN telah melakukan pertemuan dengan Dirgantara Bastian dan memberikan penjelasan terkait hal tersebut. Pihak PLN menyatakan bahwa Dirgantara Bastian menerima penjelasan yang diberikan.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya edukasi kepada pengguna mobil listrik mengenai spesifikasi kendaraan dan cara pengisian daya yang tepat. Tidak semua mobil listrik kompatibel dengan semua jenis SPKLU, dan kondisi baterai juga berperan penting dalam proses pengisian daya. Kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan tentang kesiapan infrastruktur pengisian daya mobil listrik di Indonesia, khususnya di rest area yang seringkali menjadi tempat istirahat perjalanan jauh.
Ke depan, peningkatan kualitas layanan SPKLU dan edukasi kepada pengguna menjadi sangat krusial. PLN perlu memastikan setiap SPKLU berfungsi optimal dan memberikan informasi yang jelas kepada pengguna mengenai kompatibilitas kendaraan dan prosedur pengisian daya yang benar. Sementara itu, pengguna mobil listrik perlu memahami spesifikasi kendaraan mereka dan memperhatikan kondisi baterai sebelum melakukan pengisian daya.
Insiden ini juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam pengelolaan infrastruktur publik. Tuduhan korupsi yang dilontarkan oleh Dirgantara Bastian, meskipun belum terbukti, menuntut respon serius dari PLN untuk memastikan akuntabilitas dan menghindari kesalahpahaman di masa mendatang. Penting bagi PLN untuk terus meningkatkan komunikasi dan keterbukaan dengan publik terkait pengelolaan SPKLU.
Kesimpulannya, masalah yang dialami Dirgantara Bastian bukan semata-mata kegagalan sistem SPKLU, tetapi juga melibatkan faktor teknis kendaraan dan pemahaman pengguna terhadap prosedur pengisian daya. Kejadian ini menjadi pembelajaran bagi PLN untuk meningkatkan layanan dan edukasi, serta bagi pengguna mobil listrik untuk lebih memahami spesifikasi kendaraannya.