Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap praktik pengoplosan gas LPG bersubsidi 3 kilogram di Karawang, Jawa Barat. Modus ini telah berlangsung selama setahun dan menghasilkan keuntungan mencapai Rp 1,2 miliar bagi pelakunya.
Pengungkapan kasus bermula dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh pihak berwajib. Seorang pemilik gudang berinisial TN alias E ditetapkan sebagai tersangka.
Pengoplosan Gas LPG Bersubsidi: Keuntungan Miliaran Rupiah
Berdasarkan laporan polisi bernomor LP/A/46/IV/2025/SPKT/DITTIPIDTER/BARESKRIM POLRI tertanggal 30 April 2025, tersangka TN alias E memperoleh keuntungan sebesar Rp 106.356.000 per bulan.
Total keuntungan yang diraup selama satu tahun beroperasi mencapai angka yang fantastis, yaitu sekitar Rp 1.276.272.000.
Modus Operandi: Pangkalan Gas Jadi Pusat Pengoplosan
Yang mengejutkan, pelaku pengoplosan ini adalah pangkalan penyalur gas itu sendiri. Padahal, tugas utama pangkalan adalah menyalurkan gas ke pengecer atau konsumen akhir.
Praktik curang ini menyebabkan kelangkaan gas LPG 3 kilogram secara lokal di sekitar lokasi. Hal ini menjadi salah satu petunjuk bagi pihak berwajib untuk mengungkap kasus ini.
Proses Pengoplosan Gas LPG
TN mendirikan pangkalan gas sebagai kedok untuk mengumpulkan tabung LPG 3 kg bersubsidi. Tabung-tabung tersebut kemudian digunakan sebagai bahan baku untuk pengoplosan.
Isi tabung gas 3 kg dipindahkan ke tabung gas non-subsidi 12 kg menggunakan alat regulator modifikasi dan batu es. Proses ini membutuhkan empat tabung gas 3 kg untuk mengisi satu tabung 12 kg.
Setelah pengoplosan, tabung 12 kg dijual dengan harga non-subsidi, meskipun isi gas di dalamnya tidak sesuai standar. Proses penyuntikan dan penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital untuk memanipulasi kuantitas gas.
Barang Bukti dan Sanksi Hukum
Polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk 386 tabung gas berbagai ukuran (254 tabung 3 kg, 338 tabung 5,5 kg, dan 94 tabung 12 kg).
Selain itu, disita pula 20 regulator modifikasi, 10 potongan ember, 1 handphone, 1 buku catatan pembelian tabung gas 3 kg, dan 1 unit mobil pikap.
TN dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Ancaman hukumannya adalah penjara maksimal enam tahun dan denda Rp 60 miliar.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap penyaluran gas LPG bersubsidi. Keuntungan besar yang diraup pelaku menunjukkan betapa menguntungkannya praktik ilegal ini, dan betapa pentingnya upaya pencegahan dan penindakan tegas terhadap para pelakunya agar tidak merugikan masyarakat luas.