Harga mobil baru di Indonesia saat ini menjadi sorotan karena dinilai tidak sejalan dengan daya beli masyarakat. Banyak faktor yang berkontribusi pada tingginya harga, termasuk pungutan pajak dan margin keuntungan pabrikan.
Penurunan penjualan mobil baik secara _wholesale_ maupun _retail_ menunjukkan adanya masalah yang perlu segera diatasi. Kondisi ini membutuhkan solusi komprehensif dari berbagai pihak.
Pajak Kendaraan: Beban Utama Harga Mobil
Riyanto, Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI, menjelaskan bahwa komponen pajak dalam harga mobil baru cukup signifikan, bahkan mencapai hampir 50%.
Pajak-pajak tersebut meliputi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta biaya administrasi lainnya.
Riyanto menyarankan pengurangan pungutan pajak untuk menekan harga jual. Ia mengusulkan penurunan PPnBM, PPN, PKB, dan BBNKB.
Ia juga menekankan perlunya reformulasi kebijakan opsen PKB dan BBNKB agar besaran pajak tidak terus meningkat meski ada opsi tambahan pajak. Beberapa provinsi telah berhasil menerapkan hal ini.
Peran Pabrikan dalam Menentukan Harga
Selain pajak, margin keuntungan pabrikan juga berpengaruh terhadap harga jual mobil. Untuk tetap kompetitif, pabrikan perlu mempertimbangkan pengurangan margin keuntungan demi meningkatkan volume penjualan.
Riyanto mengatakan, diperlukan pengorbanan dari pemerintah dan pabrikan agar industri otomotif tetap berjalan dan terhindar dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Diskon harga menjadi salah satu strategi yang bisa diterapkan oleh pabrikan untuk menarik minat konsumen. Hal ini membutuhkan komitmen bersama untuk menyeimbangkan profitabilitas dengan daya beli masyarakat.
Strategi Pemerintah untuk Meningkatkan Daya Beli
Pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk meningkatkan daya beli masyarakat agar sektor otomotif dapat tumbuh kembali. Permudah akses kredit mobil menjadi solusi penting.
Tidak semua masyarakat mampu membeli mobil secara tunai, sehingga kredit menjadi solusi utama. Kemudahan akses kredit sangat krusial, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sedang melambat.
Peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) juga perlu dipertimbangkan. Misalnya, menaikkan batas pendapatan sebelum dikenai pajak penghasilan, seperti di atas Rp 10 juta.
Kebijakan ini sejalan dengan teori Keynesian, yaitu memberikan stimulus ekonomi dan mengurangi pajak saat ekonomi melambat. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penurunan penjualan mobil _wholesales_ sebesar 8,6% (dari 410.020 unit menjadi 374.740 unit) dan _retail sales_ sebesar 9,7% (dari 432.453 unit menjadi 390.467 unit) pada periode Januari-Juni 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini menggambarkan tantangan nyata yang dihadapi industri otomotif.
Solusi komprehensif yang melibatkan pemerintah, pabrikan, dan lembaga keuangan diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Dengan begitu, harga mobil dapat lebih terjangkau dan industri otomotif dapat kembali bergeliat.
Koordinasi yang baik antar pihak terkait menjadi kunci keberhasilan strategi ini. Harapannya, pasar otomotif Indonesia dapat kembali pulih dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional.