Populix baru-baru ini merilis hasil risetnya tentang kendaraan listrik di Indonesia. Riset yang berjudul “Electric Vehicles in Indonesia: Consumer Insights and Market Dynamics” ini memberikan gambaran menarik tentang minat masyarakat terhadap mobil listrik dan hambatan yang dihadapi.
Temuan riset tersebut menunjukkan sejumlah faktor yang membuat konsumen Indonesia masih ragu untuk beralih ke mobil listrik. Faktor-faktor ini perlu diatasi agar transisi ke kendaraan listrik dapat berjalan lancar.
Kendala Infrastruktur dan Layanan Purna Jual
Kurangnya infrastruktur pengisian daya menjadi kendala utama. Sebanyak 53% responden menyatakan lokasi stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang terbatas dan jaraknya yang jauh menjadi pertimbangan besar.
Masalah layanan purna jual juga menjadi perhatian. 56% responden mengungkapkan kekhawatiran karena tidak semua bengkel mampu menangani perbaikan, meskipun kerusakannya bukan pada sistem kelistrikan.
Jarak antar diler yang masih jauh juga menjadi keluhan. Hal ini menyulitkan konsumen untuk mendapatkan layanan perawatan dan perbaikan yang cepat dan mudah.
Kekhawatiran Kapasitas Baterai dan Harga
Kapasitas baterai mobil listrik berpengaruh pada jarak tempuh. 52% responden menyatakan kapasitas baterai sebagai faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian.
Meskipun harga mobil listrik semakin kompetitif, harga masih menjadi hambatan. Sebanyak 47% responden masih merasa harga mobil listrik masih terlalu tinggi dibandingkan mobil konvensional.
Waktu pengisian daya yang lama juga menjadi pertimbangan. Dibandingkan dengan pengisian bahan bakar minyak yang hanya membutuhkan beberapa menit, pengisian baterai mobil listrik membutuhkan waktu yang lebih lama (43% responden).
Insentif Pemerintah dan Motivasi Konsumen
Riset Populix juga menemukan bahwa insentif pemerintah untuk mobil listrik masih dianggap kurang memadai. Sebanyak 29% responden merasa subsidi yang diberikan belum cukup besar.
Hal ini menunjukkan bahwa dukungan pemerintah sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Insentif yang lebih besar dapat mendorong minat masyarakat untuk membeli mobil listrik.
Menariknya, motivasi utama konsumen Indonesia untuk membeli mobil listrik bukanlah teknologi atau desain. Sebanyak 67% responden memilih mobil listrik karena peduli terhadap lingkungan dan ingin mengurangi polusi udara.
Selain itu, keheningan mesin (60%) dan dampak positif terhadap lingkungan (54%) juga menjadi alasan utama adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
Kesimpulannya, meskipun kesadaran akan pentingnya kendaraan listrik untuk lingkungan sudah cukup tinggi, kendala infrastruktur, layanan purna jual, harga, dan kapasitas baterai masih menjadi penghalang utama bagi adopsi massal mobil listrik di Indonesia. Pemerintah dan produsen perlu bekerja sama untuk mengatasi hambatan ini, termasuk memberikan insentif yang lebih menarik dan mengembangkan infrastruktur pendukung yang memadai.
Ke depannya, peningkatan kualitas layanan purna jual dan perluasan jaringan SPKLU di berbagai daerah akan sangat krusial. Dengan demikian, transisi menuju era kendaraan listrik di Indonesia dapat berjalan lebih optimal dan sesuai harapan.