April 1983 menyaksikan pengumuman sensasional dari majalah Jerman, Stern, dan surat kabar Inggris, The Sunday Times: penemuan buku harian pribadi Adolf Hitler. Namun, klaim ini terbukti sebagai kebohongan besar yang berdampak buruk pada reputasi media dan merugikan jutaan dolar.
Stern, dengan percaya diri, menggelar konferensi pers di Hamburg untuk mempublikasikan penemuan “bersejarah” ini. Eksklusivitas yang diklaim justru berubah menjadi mimpi buruk bagi mereka.
Buku Harian Hitler: Awal Kegembiraan, Akhir Kehancuran
Tiga hari sebelum publikasi, editor Stern, Peter Wickman, meyakinkan BBC News akan keaslian buku harian tersebut. Pemeriksaan ahli grafologi dan pendapat Profesor Trevor-Roper, seorang sejarawan ternama, semakin memperkuat keyakinan mereka.
Buku harian itu terdiri dari 60 jurnal, terbentang dari tahun 1932 hingga 1945. Desainnya sederhana, mirip buku latihan sekolah dengan lambang swastika dan elang, berisi tulisan tangan bergaya gotik.
Stern meyakini buku harian ini akan mengubah pemahaman sejarah tentang Hitler, mengungkap sisi pribadi yang tak terduga, termasuk masalah kesehatannya, tekanan dari Eva Braun, dan korespondensi dengan Stalin. Yang paling mengejutkan, buku harian itu menyiratkan ketidaktahuan Hitler tentang Holocaust.
Jejak Gerd Heidemann dan Sumber Misterius
Gerd Heidemann, jurnalis Stern dengan obsesi terhadap artefak Nazi, diyakini sebagai penemu buku harian tersebut. Koneksinya dengan putri Hermann Göring, orang kepercayaan Hitler, membawanya ke lingkaran mantan petinggi Nazi.
Heidemann mengklaim buku harian itu diselamatkan dari pesawat jatuh dan disimpan di loteng jerami selama bertahun-tahun sebelum akhirnya jatuh ke tangan seorang kolektor di Jerman Timur. Ia kemudian menjadi perantara pembelian buku harian tersebut untuk Stern.
Stern mengeluarkan dana sekitar 9,3 juta Deutschmarks (sekitar Rp51 miliar saat ini) untuk buku harian tersebut, menyimpannya di brankas Swiss demi keamanan. Kerahasiaan sumber berita mereka dipertahankan dengan ketat.
Kebohongan yang Terbongkar
Profesor Hugh Trevor-Roper, awalnya ragu, berubah pikiran setelah melihat volume materi yang sangat besar dan informasi keliru mengenai analisis kimia kertasnya. Charles Douglas-Home, editor The Times, juga terkesan dengan volume dan keragaman arsip tersebut, termasuk foto, dokumen pribadi, bahkan karya seni Hitler semasa muda.
Namun, keraguan mulai muncul, khususnya di kalangan staf The Sunday Times yang memiliki pengalaman buruk sebelumnya dengan dokumen palsu Benito Mussolini. Bahkan sebelum konferensi pers Stern, keraguan semakin besar.
Rupert Murdoch, pemilik The Sunday Times, tetap ngotot menerbitkan serialisasi buku harian tersebut meskipun editornya, Frank Giles, meragukan keasliannya. Keputusan ini diambil bahkan setelah Lord Dacre sendiri mulai meragukan keasliannya.
Konferensi pers Stern berlangsung kacau. Lord Dacre mengakui kesalahan penilaiannya, menekankan kurangnya verifikasi sejarah yang memadai. Ahli grafologi Charles Hamilton langsung curiga dan memprediksi pemalsuan tersebut.
Analisis forensik dalam dua minggu membuktikan buku harian itu palsu. Tanda tangan Hitler salah, kertas, lem, dan tinta dibuat setelah Perang Dunia II. Isi buku harian tersebut juga penuh kesalahan, frasa modern, dan ketidakakuratan sejarah.
The Sunday Times menghentikan serialisasi dan meminta maaf. Stern juga secara terbuka meminta maaf. Heidemann dan pemalsu buku harian, Konrad Kujau, ditangkap dan dihukum.
Skandal ini menghancurkan reputasi Lord Dacre dan sejumlah petinggi media. Meskipun reputasi mereka tercoreng, sirkulasi The Sunday Times justru meningkat. Murdoch, dengan klausul pengembalian dana yang ia sertakan dalam kesepakatan, bahkan mendapat keuntungan finansial dari penipuan tersebut. Kisah ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya verifikasi berita dan konsekuensi dari terburu-buru dalam proses jurnalistik.