Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik. Hal ini bermula dari pernyataan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, yang menyebut dirinya sebagai “Gubernur Konten” dalam sebuah rapat. Respons Dedi Mulyadi yang tenang dan menjelaskan bagaimana konten-kontennya telah memangkas biaya iklan Pemprov Jabar dari Rp 50 miliar menjadi Rp 3 miliar, mendapatkan apresiasi luas.
Pernyataan Dedi menuai pujian dari peserta rapat dan netizen. Sebaliknya, Rudy Mas’ud justru menuai kritik di media sosial. Popularitas Dedi Mulyadi yang sedang tinggi di Jawa Barat membuat banyak orang merasa tidak terima jika ia diremehkan.
Konten Medsos Sebagai Terobosan Hemat Anggaran
Penulis mengamati intensitas penggunaan media sosial oleh para pemimpin, khususnya di TikTok dan Instagram. Dedi Mulyadi, dengan jumlah pengikut jutaan di berbagai platform, menjadi salah satu contoh pemimpin yang aktif di media sosial.
Keberhasilan Dedi dalam menekan biaya iklan Pemprov Jabar melalui konten-konten viralnya merupakan terobosan baru yang patut dicontoh. Ini menunjukkan strategi efektif dan efisien dalam memanfaatkan anggaran.
Manfaat Media Sosial Bagi Pemimpin di Era Digital
Penulis berpendapat, pemanfaatan media sosial oleh para pemimpin, dari kepala desa hingga presiden, sangat penting di era digital ini. Transparansi dalam pengelolaan pemerintahan, termasuk penggunaan APBD, menjadi semakin dibutuhkan.
Media sosial bukan hanya untuk pencitraan. Publik dapat menilai sendiri kualitas konten yang disajikan. Kehadiran media sosial dalam birokrasi dan pemerintahan tidak terelakkan lagi.
Media Sosial: Angin Segar untuk Transparansi dan Partisipasi Publik
Keaktifan pemimpin di media sosial memberikan akses bagi masyarakat untuk memantau pemerintahan, memberikan masukan, dan kritik. Partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan menjadi lebih mudah.
Media sosial menjadi saluran bagi pemimpin untuk mendengar keluh kesah rakyat dan menyerap aspirasi. Ini penting untuk mencegah kebijakan yang tidak tepat sasaran dan didasarkan pada kepentingan kelompok tertentu.
Selain itu, media sosial membantu pemimpin mensosialisasikan visi, misi, dan program kerjanya. Terciptanya dialog antara pemimpin dan masyarakat dapat menekan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Dengan aktif di media sosial, pemimpin dapat membangun reputasi positif, meningkatkan *branding* personal, dan memantau tren masyarakat. Ini selaras dengan pepatah “sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui”.
Pentingnya Kredibilitas dan Konten Berkualitas
Sayangnya, tidak semua figur publik memanfaatkan media sosial secara bertanggung jawab. Banyak yang menggunakannya untuk manipulasi dan pencitraan semata.
Pemimpin yang bijak akan menggunakan media sosial untuk melayani publik, membangun kredibilitas, dan menyampaikan informasi yang bermutu dan bermanfaat. Tim media yang kompeten sangat diperlukan dalam hal ini.
Media sosial adalah pedang bermata dua. Kita perlu bijak dalam menilai mana konten yang bermutu dan mana yang penuh kepalsuan. Penulis mendukung pemimpin yang aktif di media sosial demi kemaslahatan bersama.
Kesimpulannya, penggunaan media sosial oleh para pemimpin merupakan hal yang tak terhindarkan di era digital saat ini. Dengan pengelolaan yang baik dan berorientasi pada kepentingan publik, media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Namun, kebijaksanaan dan integritas pemimpin dalam memanfaatkan media sosial tetap menjadi kunci utama.
Muhammad Aufal Fresky, Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya, penulis buku ‘Empat Titik Lima Dimensi’.
