Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menyoroti kematian Pika, seorang anak kecil yang mengidap cerebral palsy. Pika menjadi simbol perjuangan legalisasi ganja medis sebagai pengobatan alternatif. Kematiannya menyulut kritik tajam terhadap lambannya pemerintah dalam melakukan riset terkait hal ini.
Hinca mengungkapkan keprihatinannya atas kasus ini dalam Rapat Kerja Komisi III DPR. Ia menekankan bahwa negara memiliki tanggung jawab atas kematian Pika.
Lambannya Riset Ganja Medis: Negara Dianggap Lalai
Hinca Panjaitan menilai pemerintah terlalu lama berdebat dan belum memulai riset ganja medis, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah dua kali memerintahkan Kementerian Kesehatan untuk melakukan uji riset terkait penggunaan ganja untuk pengobatan. Hal ini telah berlangsung selama tiga tahun.
Ia menegaskan bahwa Pika meninggal bukan karena perang atau bencana, melainkan karena lambannya pemerintah dalam melakukan penelitian yang sudah diputuskan oleh MK. Kehilangan nyawa anak bangsa ini menjadi sorotan penting dalam perdebatan ganja medis.
BNN Janji Lakukan Penelitian Forensik
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Marthinus Hukom, menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa BNN akan melakukan penelitian forensik terkait ganja. Mereka memiliki laboratorium forensik yang diakui sebagai salah satu terbaik di Asia Tenggara.
Marthinus meminta waktu untuk melakukan penelitian tersebut. Ia menegaskan akan melibatkan Kementerian Kesehatan dan BRIN dalam proses penelitian ini guna memenuhi kewajiban konstitusional.
Perlu Penelitian Empiris, Bukan Sekadar Mitos
Usai rapat, Marthinus menekankan pentingnya penelitian empiris yang berbasis bukti ilmiah, bukan hanya berdasarkan mitos atau asumsi. Legalisasi ganja medis, menurutnya, harus dipertimbangkan secara matang dan didasari data riset yang valid.
Ia menjelaskan bahwa saat ini belum ada data pasti mengenai penyakit apa saja yang bisa disembuhkan dengan ganja. Oleh karena itu, penelitian yang berbasis data empiris sangat krusial sebelum mengambil keputusan terkait legalisasi ganja medis.
Kesimpulan
Kasus kematian Pika telah menyoroti pentingnya percepatan riset ganja medis di Indonesia. Perdebatan mengenai legalisasi ganja medis harus didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat, bukan sekadar spekulasi. Komitmen pemerintah untuk melakukan riset yang komprehensif dan transparan menjadi kunci dalam mengatasi dilema ini dan mencegah tragedi serupa di masa depan.
Kehilangan Pika menjadi pengingat betapa pentingnya respon pemerintah yang cepat dan efektif terhadap kebutuhan medis masyarakat, terutama bagi mereka yang mengidap penyakit langka dan membutuhkan pengobatan alternatif.