Pekanbaru, Riau – Polisi mengungkap kasus pemalsuan dokumen penting, termasuk Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan paspor, di Kabupaten Bengkalis, Riau. Dokumen-dokumen palsu ini, yang disebut “asli tapi palsu” (aspal), diduga digunakan untuk melancarkan berbagai tindak kejahatan lainnya. Pihak berwenang tengah menyelidiki lebih lanjut untuk mengungkap jaringan dan motif di balik praktik ilegal ini.
Praktik pemalsuan dokumen ini telah menimbulkan kekhawatiran luas. Ketidakabsahan data dalam dokumen resmi berpotensi memicu berbagai tindak pidana. Proses penyelidikan dan penegakan hukum menjadi krusial untuk mencegah kerugian lebih lanjut.
Modus Operandi Sindikat Pemalsu Dokumen
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Anom Karibianto, menjelaskan potensi kejahatan yang dapat ditimbulkan dari kepemilikan dokumen aspal. Hal ini mencakup upaya menghindari BI *checking*, pembuatan rekening palsu, penipuan daring, dan bahkan akses pinjaman online ilegal (*pinjol*).
Lebih lanjut, Dirreskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro, mengungkap keterlibatan oknum pegawai honorer di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) setempat. Sindikat ini memanfaatkan NIK resmi yang dikeluarkan Disdukcapil, tetapi memasangkannya dengan data identitas palsu.
Empat tersangka telah ditangkap dalam operasi pengungkapan kasus ini. Mereka adalah RWY, FHS, RW, dan SP. RWY, pemilik ‘Biro Jasa Sultan’, berperan sebagai penyedia jasa pembuatan KTP dan paspor palsu.
Peran Oknum Pegawai Honorer dalam Sindikat
Tersangka RWY bekerja sama dengan tersangka SP, seorang honorer di Disdukcapil. SP menyediakan blanko KTP kosong yang kemudian diisi dengan data palsu atas permintaan RWY melalui perantara tersangka HS.
Tersangka HS berperan penting dalam proses pemalsuan. Ia mencetak KTP palsu berdasarkan NIK yang diberikan SP, dengan biaya pembuatan mencapai Rp 1.050.000 per dokumen.
Proses pemalsuan ini melibatkan setidaknya tiga tersangka yang memiliki peran berbeda, menunjukkan jaringan yang terorganisir dalam menjalankan praktik ilegal tersebut.
Tersangka Dijerat Berbagai Pasal Hukum
Keempat tersangka kini ditahan dan akan dijerat dengan beberapa pasal. Mereka terancam hukuman berdasarkan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Selain itu, mereka juga terancam hukuman berdasarkan Pasal 67 ayat (1) juncto pasal 65 ayat (1) UU No.27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan/atau Pasal 266 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
Ancaman hukuman yang berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik pemalsuan dokumen serupa di masa mendatang.
Pengungkapan kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan data kependudukan dan pencegahan praktik korupsi di instansi pemerintahan. Langkah-langkah preventif dan peningkatan sistem keamanan data menjadi kunci untuk mencegah kasus serupa terjadi kembali. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas di dalam Disdukcapil juga perlu diperhatikan guna mencegah terjadinya kebocoran data dan penyalahgunaan wewenang.