Pemungutan suara ulang (PSU) dalam pilkada menyimpan potensi pelanggaran dan kecurangan yang jauh lebih tinggi dibandingkan pilkada biasa. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, yang menyatakan bahwa pasangan calon akan mempertaruhkan segalanya untuk meraih kemenangan dalam kontestasi yang lebih terbatas ini.
Pernyataan tersebut disampaikan Rifqinizamy dalam rapat kerja Komisi II bersama Kemendagri dan KPU pada Senin, 5 Mei 2025. Beliau menekankan bahwa kecurangan dalam PSU bisa mencapai empat kali lipat lebih besar dibandingkan pemilu reguler.
Potensi Kecurangan PSU yang Lebih Tinggi
Menurut Rifqinizamy, tingginya potensi kecurangan dalam PSU disebabkan oleh semakin sempitnya ruang gerak dan kesempatan untuk mengajukan keberatan. Situasi ini mendorong para calon untuk mengambil risiko lebih besar demi meraih kemenangan.
Ia mencontohkan praktik politik uang yang cenderung meningkat dalam PSU. Jika pada pilkada normal politik uang mungkin hanya mencapai ratusan ribu rupiah, dalam PSU jumlahnya bisa melonjak hingga jutaan rupiah per suara.
Pentingnya Pelaporan Data Kecurangan yang Rinci
Rifqinizamy mendesak penyelenggara pemilu dan Kemendagri untuk melaporkan data dan temuan kecurangan selama PSU secara detail dan transparan. Data yang akurat dan valid sangat krusial untuk evaluasi dan perbaikan sistem penyelenggaraan PSU di masa mendatang.
Ketiadaan data yang komprehensif akan mempersulit pengambilan keputusan mengenai kebijakan dan sistem ke depan. Apakah sistem PSU yang ada saat ini masih relevan dan efektif perlu dikaji ulang berdasarkan data yang valid.
Revisi Aturan Pemilu dan Penguatan Integritas
Pelaksanaan PSU, menurut Rifqinizamy, tidak boleh mengabaikan prinsip pemilihan yang berintegritas. Hal ini mendorong perlunya revisi aturan terkait pemilu untuk meminimalisir potensi kecurangan.
Ia menekankan pentingnya merumuskan norma bersama untuk menekan angka pelanggaran. Meskipun menghilangkan pelanggaran sepenuhnya mungkin sulit, penerapan sanksi yang tegas diharapkan dapat menjadi efek jera.
Rifqinizamy menyoroti ironi dimana PSU yang seharusnya memperbaiki proses pemilihan, justru seringkali masih diwarnai dengan pelanggaran. Hal ini membuktikan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan regulasi yang berlaku. Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan PSU tidak dapat diabaikan agar penyelenggaraan pemilu berjalan demokratis dan adil.
Kesimpulannya, peningkatan potensi kecurangan dalam PSU menuntut perhatian serius dari semua pihak. Perbaikan sistem, regulasi yang lebih ketat, serta pengawasan yang lebih efektif merupakan langkah penting untuk memastikan integritas dan kredibilitas proses pemungutan suara ulang di masa mendatang.