Terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah, Suparta, meninggal dunia. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah merilis kronologi kejadian tersebut.
Berdasarkan keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Suparta ditemukan tak sadarkan diri oleh sesama tahanan di Lapas Cibinong. Ia kemudian dilarikan ke RSUD Cibinong, namun dinyatakan meninggal dunia.
Kronologi Meninggalnya Suparta
Suparta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), ditemukan tidak sadarkan diri oleh sesama tahanan. Teman-teman satu lapas langsung membawanya ke RSUD Cibinong.
Setelah tiba di RSUD Cibinong, pukul 18.05 WIB, Suparta dinyatakan meninggal dunia. Dugaan sementara, kematian Suparta disebabkan oleh sakit.
Status Hukum Suparta dan Uang Pengganti
Dengan meninggalnya Suparta, status terdakwa secara otomatis gugur. Hal ini sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku.
Kejaksaan Agung akan meninjau kembali proses penagihan uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun yang dijatuhkan kepada Suparta. Langkah selanjutnya untuk pemulihan kerugian negara masih dalam kajian.
Kajian ini meliputi kemungkinan penyerahan perkara ke bagian perdata di Kejaksaan Agung untuk upaya penagihan kerugian negara. Proses ini akan dipelajari oleh tim jaksa penuntut umum.
Vonis dan Kasus Korupsi Pengelolaan Timah
Sebelum meninggal, Suparta divonis 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Vonis ini lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memvonisnya 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam kasus ini, Suparta juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun. Jika tidak dibayar, hukuman kurungan pengganti selama 10 tahun akan dijatuhkan.
Kasus korupsi pengelolaan timah ini sendiri mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Kerugian tersebut berasal dari kerjasama pengolahan timah antara PT Timah dan pihak swasta, serta kerusakan lingkungan.
Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut Suparta dengan hukuman 14 tahun penjara. Kematian Suparta mengakhiri proses hukum pidana terhadap dirinya, namun proses penagihan kerugian negara akan tetap dikaji lebih lanjut oleh Kejaksaan Agung.
Kejadian ini tentu menjadi catatan penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Kejaksaan Agung diharapkan dapat transparan dalam proses penyelidikan lebih lanjut dan penagihan kerugian negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Suparta.