Ketegangan melanda komunitas minoritas Druze di Suriah menyusul beredarnya klip audio kontroversial. Rekaman tersebut diduga berisi penghinaan terhadap agama Islam dan Nabi Muhammad, memicu reaksi keras dari berbagai pihak.
Tuduhan tersebut diarahkan kepada tokoh agama Druze, Marwan Kiwan. Namun, Kiwan membantah keras keterlibatannya melalui media sosial, menyebut penyebaran klip tersebut sebagai upaya jahat untuk menciptakan perselisihan.
Klip Audio Kontroversial dan Gejolak di Jaramana
Meskipun Kiwan membantah, Aymenn Jawad al-Tamimi, peneliti Inggris-Irak yang mengenal Kiwan, menilai klarifikasi tersebut terlambat. Penyebaran klip audio telah memicu seruan untuk membela kehormatan Nabi Muhammad, menimbulkan sentimen negatif terhadap komunitas Druze.
Akibatnya, kelompok-kelompok bersenjata menyerang Jaramana, kota mayoritas Druze dekat Damaskus. Beberapa dugaan mengarah pada keterlibatan pasukan keamanan pemerintah Suriah yang baru terbentuk, namun juga melibatkan warga sipil bersenjata.
Kejadian ini menunjukkan pemerintah Suriah masih belum sepenuhnya mengendalikan keamanan domestik. Kekerasan pun meluas ke beberapa wilayah mayoritas Druze lainnya, termasuk Sahnaya dan provinsi Sweida.
Dampak Kekerasan dan Respon Komunitas
Kekerasan mengakibatkan suasana mencekam di kota-kota Druze. Mohammed Shobak, warga Sahnaya, menggambarkan situasi yang menegangkan, dengan milisi bersenjata berkeliaran.
Shobak menceritakan bahwa milisi tersebut memiliki persenjataan berat, diduga berasal dari barak militer pasca runtuhnya rezim Assad. Mereka mengklaim mencegah masuknya pasukan pemerintah.
Pertempuran mengakibatkan lebih dari 80 orang tewas, sebelum situasi mereda setelah para pemimpin Druze mengizinkan masuknya pasukan pemerintah, dan warga menyerahkan senjata.
Pemahaman Kaum Druze dan Perannya di Suriah
Kaum Druze merupakan kelompok etnis Arab dan salah satu minoritas agama di Suriah, berjumlah sekitar 700.000 jiwa. Mereka menganut kepercayaan monoteistik yang unik, memadukan unsur-unsur dari berbagai agama.
Sejak jatuhnya rezim Assad, pemerintah Suriah yang baru—di bawah kendali Hayat Tahrir al-Sham—bernegosiasi dengan komunitas Druze mengenai peran mereka dalam pemerintahan dan militer.
Integrasi milisi Druze ke dalam tentara nasional menjadi poin negosiasi yang paling kontroversial. Ada perbedaan pendapat dalam komunitas Druze sendiri mengenai hal ini.
Sejumlah pemimpin Druze menyatakan kesiapan untuk berbaiat kepada pemerintah pusat, sementara yang lain menginginkan kemerdekaan milisi, setidaknya sampai pemilihan umum.
Peran Pihak Eksternal dan Campur Tangan Israel
Sheikh Hikmat al-Hijri, seorang pemimpin agama Druze, menyerukan pasukan penjaga perdamaian internasional untuk melindungi komunitas Druze dari “geng-geng ekstremis”.
Seruan tersebut ditolak Kementerian Luar Negeri Suriah yang menganggapnya sebagai upaya yang memicu perpecahan. Perlu dicatat bahwa al-Hijri sendiri sebelumnya mendukung rezim Assad.
Israel melakukan serangan udara di Damaskus, mengatakannya sebagai pesan agar Suriah tidak mengancam komunitas Druze. Namun, campur tangan Israel dinilai memperburuk situasi.
Banyak yang berpendapat bahwa “perlindungan” Israel justru memperkuat persepsi negatif terhadap komunitas Druze di Suriah. Komunitas Druze sendiri menolak “perlindungan” tersebut dan telah terjadi protes populer terhadap Israel.
Secara keseluruhan, kejadian ini menunjukkan kompleksitas situasi di Suriah, melibatkan berbagai aktor dan kepentingan, serta menyoroti kerentanan komunitas minoritas di tengah transisi politik yang masih rapuh.