Sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) memasuki babak baru. Tim kuasa hukum Tom Lembong mengajukan permohonan menghadirkan dua figur penting dalam persidangan untuk menguak lebih dalam alur distribusi gula yang dinilai berbelit.
Kedua figur tersebut adalah Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), dan mantan Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan. Kehadiran mereka diharapkan dapat memberikan penjelasan terkait penunjukan Induk Koperasi Kartika (kini Inkopad) dalam operasi pasar gula pada tahun 2013.
Peran Moeldoko dan Gita Wirjawan dalam Distribusi Gula
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyampaikan usulan tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (6/5/2025). Menurutnya, Moeldoko dan Gita Wirjawan penting dihadirkan untuk menjelaskan Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani pada tahun 2013, jauh sebelum Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
MoU tersebut berkaitan dengan penunjukan Inkopkar sebagai pihak yang ditunjuk untuk mendistribusikan gula. Penjelasan dari kedua figur tersebut dinilai krusial untuk menjawab pertanyaan hakim terkait alur distribusi gula yang dinilai berbelit-belit dan tidak efisien.
Kejanggalan Distribusi Gula dan Pertanyaan Hakim
Majelis hakim memang mempertanyakan alur distribusi gula yang dianggap rumit dan panjang. Hakim anggota Alfis Setyawan menyatakan alur distribusi seharusnya bisa diperpendek agar lebih efektif dan tepat sasaran.
Pertanyaan hakim ini muncul setelah mendengarkan kesaksian Letkol Chk H.I.S Sipayung, mantan Kabag Hukum dan Pengamanan Inkopkar. Sipayung menjelaskan Inkopkar bekerja sama dengan PT Angels Product, yang mendapatkan izin impor gula dari Tom Lembong, lalu bekerja sama lagi dengan lebih dari 10 distributor untuk mendistribusikan gula ke masyarakat.
Inkopkar dan Keterbatasan Anggaran
Hakim mempertanyakan mengapa Inkopkar, yang memiliki cabang di seluruh Indonesia, tidak langsung mendistribusikan gula ke masyarakat, melainkan melalui distributor. Sipayung menjawab bahwa Inkopkar tidak memiliki cukup anggaran untuk membeli dan mendistribusikan gula dalam jumlah besar.
Penjelasan ini justru semakin membuat hakim heran. Hakim berpendapat, jika Inkopkar mengetahui keterbatasan anggaran, seharusnya mereka tidak mengajukan permohonan penugasan ke Kementerian Perdagangan.
Ketidakjelasan Alur Distribusi dan Tanggapan Saksi
Hakim mencecar Sipayung mengenai alur distribusi yang panjang dan melibatkan banyak pihak, termasuk distributor. Hakim menilai alur ini tidak efisien dan seharusnya bisa disederhanakan.
Sipayung berdalih bahwa kerja sama dengan distributor dilakukan atas perintah. Namun, hakim menekankan bahwa permohonan penugasan kepada Kementerian Perdagangan diajukan sebelum kerja sama dengan distributor, artinya Inkopkar seharusnya sudah mempertimbangkan kemampuan finansial mereka sebelum mengajukan permohonan.
Pertanyaan hakim mengenai alasan pengajuan permohonan penugasan jika sejak awal sudah menyadari keterbatasan anggaran, tidak mampu dijawab secara memuaskan oleh saksi. Sipayung menyatakan tidak mengetahui detail proses pengambilan keputusan tersebut.
Hakim menyayangkan alur distribusi yang berbelit, menyeret banyak pihak dan tidak efisien. Alur tersebut dianggap tidak ideal, seharusnya lebih sederhana dan tepat sasaran untuk penyaluran bantuan kepada masyarakat.
Sidang ini menyoroti kompleksitas proses distribusi bantuan dan menunjukkan perlunya transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan program pemerintah, khususnya dalam hal penyaluran bantuan kepada masyarakat. Kehadiran Moeldoko dan Gita Wirjawan diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas terkait proses pengambilan keputusan di masa lalu.