Mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengaku lupa mengenai detail impor gula saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Kesaksian Gobel ini disambut maklum oleh terdakwa.
Tom Lembong menjelaskan bahwa mengingat peristiwa tersebut terjadi hampir 10 tahun lalu, wajar jika para saksi mengalami kesulitan mengingat detailnya. Ia menekankan pentingnya kejujuran saksi dalam memberikan kesaksian, baik itu mengingat atau lupa.
Kesaksian Rachmat Gobel dan Integritas
Tom Lembong mengapresiasi kejujuran Rachmat Gobel dalam menyampaikan keterangannya. Ia menilai bahwa mengakui ketidakingatan merupakan tanda integritas, jauh lebih baik daripada memberikan kesaksian yang tidak akurat.
Menurut Tom Lembong, prosedur persidangan memang mengharuskan saksi untuk menyatakan ketidaktahuannya jika memang benar-benar tidak ingat, bukan mengarang cerita.
Impor Gula Mentah: Legalitas dan Aturan
Tom Lembong menekankan bahwa impor gula mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih diperbolehkan dan tidak melanggar aturan yang ada. Hal ini juga didukung oleh kesaksian Rachmat Gobel.
Ia merasa heran dengan pernyataan Jaksa Penuntut Umum yang menyebut tindakan impor gula tersebut sebagai tindakan tidak layak meskipun tidak melanggar hukum.
Tom Lembong berpendapat bahwa dalam persidangan, fokusnya adalah apakah ada pelanggaran hukum, bukan penilaian kelayakan tindakan. Hukuman seharusnya hanya diberikan jika ada pelanggaran hukum yang tercantum dalam aturan yang berlaku.
Operasi Pasar Gula dan Peran Inkopkar
Tom Lembong menjelaskan bahwa penugasan operasi pasar gula untuk menjaga stok dan stabilitas harga sudah berlangsung sejak era Menteri Perdagangan sebelumnya, bahkan sebelum masa jabatannya.
Ia hanya melanjutkan program yang sudah ada, termasuk penugasan kepada Inkopkar (Induk Koperasi Kartika) yang bekerja sama dengan pabrik gula rafinasi swasta.
Penugasan kepada Inkopkar dan Perum Perindo (PPI) dimulai sebelum masa jabatan Tom Lembong, sehingga program yang dijalaninya merupakan kelanjutan dari kebijakan sebelumnya.
Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia dituduh menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait, sehingga negara dirugikan sebesar Rp 578 miliar.
Namun, dengan dukungan kesaksian Rachmat Gobel dan bukti-bukti yang diajukan, Tom Lembong menganggap dirinya tidak bersalah karena tidak ada pelanggaran aturan dalam tindakan impor gula yang dilakukannya.
Kasus ini menyoroti pentingnya kejelasan regulasi dan konsistensi penerapan hukum. Pertimbangan kelayakan tindakan seharusnya tidak menjadi dasar penuntutan jika tidak ada pelanggaran hukum yang terbukti.